Pertemuan
antara kamu dan aku terjadi begitu saja. Semuanya terasa begitu sederhana,
tidak ada hal yang manis. Berawal dari story IG mu, aku iseng mengomentari
jidatmu yang selebar bandara, aku hanya bisa tersenyum mengingat-ingat
panggilan namamu, entah itu Ega, Dira, tapi kupilih Vimmy. Waktu berlalu begitu
cepat, kedekatan kita semakin terjalin erat. Kehadiranmu membawa cerita lain
dalam hidupku, kamu memberikanku perhatian yang sangat luar biasa sehingga
membuatku terbiasa akan sapaan manismu, tawa canda yang kamu buat dan perlakuan
manis darimu.
Sampai
akhirnya kedekatan antara kamu dan aku ini menumbuhkan benih-benih cinta dalam
diriku. Tanpa sengaja aku pun menaruh harapan padamu, sosok wanita yang telah
mampu menyembuhkan rasa sakitku akan luka lama di masa lalu. Kugantungkan
harapku padamu, dengan berharap kamu merasakan hal yang sama. Aku berikan kamu
kesempatan untuk mengetuk pintu hatiku meski kamu tak memintanya. Aku berikan
semua perhatianku padamu meski saat ini aku tahu kamu tak merasakan getaran
akan perasaanku ini.
Apa kamu
benar-benar tak merasakan akan getaran-getaran rasa yang telah kuciptakan
untukmu? Aku tak percaya jika kamu tak memahami dengan apa yang aku lakukan
untukmu. Apa hanya aku saja yang terlalu berharap, mengartikan semua tindakanmu
sebagai cinta? Tapi apakah aku salah jika aku memiliki perasaan yang berbeda
untukmu? Rasa nyamanku saat bersamamu semakin hari semakin tumbuh sehingga
membuatku tak bisa mengendalikan perasaan ini.
Kamu
tahu hal apa yang membuatku bahagia? Yaitu melihatmu tersenyum karena diriku.
Aku merindukan ponselku berdering menerima pesan darimu, aku merindukan
saat-saat dimana aku bisa tertawa dengan bahagiannya bersamamu saat kamu
memberikan cerita-ceritamu, aku tak peduli itu cerita apa, kamu membawakannya
menjadi sangat menarik.
Namun
semuanya telah berakhir. Tanpa ada ucapan perpisahan. Tanpa ada kata selamat
tinggal dan lambaian tangan darimu. Aku yang dulu mencoba mengobati luka lama
dihatimu, dengan tiba-tibanya kamu kembali masuk ke rumah lama. Meninggalkan
beribu pertanyaan dalam hatiku. Apa aku terlambat untuk berkata jujur mengenai
perasaanku padamu?
Kamu
tahu ini terasa aneh bagiku. Dulu kamu dan aku begitu dekat meski tidak ada
kejelasan dalam hubungan kita, tapi kini kamu menjauh dengan tiba-tibanya. Aku
berpikir begitu keras, apa yang membuatmu pergi? Apa aku masih kurang pantas
untukmu? Atau dia yang telah memberikan luka kepadamu memang benar-benar sangat
berarti bagimu? Aku tak bisa berkata untuk memintamu kembali padaku.
Aku
juga tak bisa memaksamu untuk mengakui semuanya padaku. Karena saat ini tidak
ada lagi yang bisa aku harapkan darimu. Harapanku terhadapmu telah mati seiring
kepergianmu dari hidupku. Aku tak munafik, kepergianmu sungguh membuatku merasa
kehilangan, tapi luka yang kamu beri lebih terasa dari rasa kehilangan itu.
Aku
yang dulu terbiasa dengan sapaan manismu, terbiasa dengan perhatiamu, dan
terbiasa melihatmu tertawa karenaku, kini harus ikhlas melepaskanmu dengan
kesibukanmu yang sesungguhnya aku tahu kesibukan apa yang saat ini sedang kamu
jalankan; kembali menyiram bunga lama.
Setelah
membuatku nyaman dan jatuh hati lalu pergi tiba-tiba , apakah kamu pernah
berfikir sekali tentangku? Pernahkah sekali terlintas dalam benakmu untuk
mengatakan seperti apa perasaanmu terhadapku? Ah, tapi rasanya pun akan percuma
jika aku tahu seperti apa perasaanmu terhadapku. Karena saat ini kamu telah
terpaku.
Awalnya
aku memang tidak terima perpisahan tanpa ucapan ini terjadi. Begitu sulit untuk
aku menerimanya dan seringkali aku menangis karena terlalu merindukanmu. Tapi
aku mau tidak mau harus menjalani hidupku kembali seperti 2 bulan lalu; tanpamu.
Terimakasih pernah singgah walau hanya sesaat, terimakasih
pernah menyembuhkan walau sekarang memberikan luka, terimakasih pernah
membuatku tersenyum walau sekarang membuatku biasa saja. Pertemuan singkat
antara kamu dan aku biarlah menjadi penambah cerita di dalam hidupku ini. Dan
aku berharap kamu bisa menemukan bahagiamu kembali dengannya.
0 komentar:
Post a Comment